Mutiara Hitam Lampung, Tergerus Zaman


Kik ram haga burasan
Hujau ni pemandangan
Huma lada di pematang
Api lagi cengkeh ni
Telambun beruntaian
Tanda ni kemakmuran
SEPENGGAL lirik lagu Sang Bumi Rua Jurai ciptaan Syaipul Anwar yang menceritakan makmurnya tanah Lampung dengan rimbunnya buah lada yang saat itu menjadi tanaman andalan sebagai komoditas ekspor,  bahkan seniman Lampung Fath Syahbudin menciptakan lagu Tanoh Lado karena diilhami oleh kejayaan Lampung sebagai sumber lada hitam. Karena sejak zaman dahulu, Lampung dikenal sebagai sentra perkebunan lada tak heran sebutan Tanoh Lado sangat melekat.
Mutiara hitam inipun menjadi salah satu lambang daerah Lampung saat sang Bumi Rua Jurai diresmikan menjadi Provinsi pada 18 Maret 1964, namun sayang saat ini kejayaan tersebut telah pudar seiring dengan tumbangnya pohon-pohon lada yang digantikan dengan tanaman karet dan singkong.
Ya,  sejak dahulu tanaman merambat ini sudah menjadi budidaya masyarakat Lampung, bahkan popularitas mutiara hitam sampai ke benua biru, tak heran pada masa imperialis, Lampung menjadi salah satu tujuan eskpansi kolonial.
Kualitas lada Lampung sejak dulu memang diakui dunia, tapi sayang komoditas ekspor ini di daerah Lampung semakin berkurang, banyak petani lada yang berpindah ke tanaman lain. Alasannya tanaman ini mudah sekali terkena hama penyakit busuk batang dan juga persoalan harga yang terkadang menjadi permainan tengkulak.
Data dari Dinas Perdagangan Provinsi Lampung Ekspor lada hitam Lampung selama Maret 2015 tercatat sebanyak 817 ton senilai USD7,4 juta, naik bila dibandingkan Februari 2015 yang tercatat 641 ton atau senilai USD6,1 juta. Namun secara keseluruhan, jumlah itu tiap tahunnya semakin berkurang meski harga lada saat ini berkisar Rp110 ribu–Rp100 ribu/kg
Sariah salah satu petani lada di Desa Mulang Maya, Lampung Utara mengatakan, penurunan produktivitas lada karena beberapa faktor, di antaranya serangan hama penyakit yang sulit diidentifikasi, tanaman yang sudah tua serta faktor iklim. Selain itu, masih kurangnya pengetahuan masyarakat dalam menanam serta merawat tanaman tersebut.
” Produksi tahun ini tidak sebanding dengan produksi tahun-tahun dulu, banyak petani lada di kampung ini yang beralih menanam singkong atau karet, meski harga sudah menembus ratusan ribu, tetapi tetap saja produksinya berkurang, “ kata Sariah.
Sejarah Tanaman Lada
Asal muasal tanaman lada di Lampung berasal dari daerah Ghat Barat, India. Tanaman lada dibawa oleh para penyebar agama hindu yang datang ke-Indonesia abad pertama masehi sampai pada abad permulaan masehi. Pada masa kerajaan Sriwijaya tanaman lada telah mulai dibudidayakan mengingat eratnya hubungan Sriwijaya dengan kerajaan Chola Mandala. Hubungan yang erat itu akhirnya runtuh setelah kerajaan Chola menghancurkan Sriwijaya, datangnya tentara dari India turut serta membawa tanaman lada ke Sumatra.
Tanaman lada adalah termasuk salah satu jenis tanaman yang telah lama diusahakan. Bukti itu dapat kita lihat di Lampung yang begitu terkenal dengan tanaman ladanya, bukti tertulis sejak zaman kerajaan Islam pertama di Indonesia yaitu kerajaan pasai yang menguasai perdagaan lada di Lampung.
Lampung sudah menjalinan hubungan dagang dengan Sunda dan Jawa. Beberapa barang komoditasnya antara lain kapas, emas, madu, lilin, rotan, lada,beras, dan hasil bumi lainnya. Sesuai dengan catatan Tomé Pires bahwa kerajaan Sunda (regño de Çumda)menjalin hubungan dagang dengan Tulangbawang dan Sekampung.Hubungan dagang tersebut berlangsung terus hingga masa Kesultanan Banten. Beberapa barang dagangan dari Tulangbawang seperti lada masuk ke Sunda melalui pelabuhan Cheguide(Cigede). Pelabuhan ini dapat dilokalisir yaitu di situs Kramat, Tangerang dekat muara Sungai Cisedane.
Dan kemudian Kesultanan Banten pada awal abad ke-15. Lada asal Lampung kemudian terkenal ke-seluruh dunia setelah para pedagang Eropa berhasil mengusai Malaka pada tahun 1511. Para pedagang Eropa akhirnya tahu Lampung adalah sebagai penghasil komoditas lada terbesar di Nusantara.
Perdagangan lada Lampung waktu itu mayoritas di monopoli  Banten yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Tulangbawang, Keratuan Pugung dan Keratuan Darah Putih. Banten kemudian membawa lada Lampung masuk Malaka, dari sana lada Lampung masuk pasaran Eropa dan seluruh dunia.
Pada abad pertengahan, lada merupakan raja perdagangan dan merupakan rempah-rempah yang maha penting dan berharga pada waktu itu. Bahkan di Eropa, lada merupakan komoditas yang sama berharganya dengan emas. Hingga hari ini Lampung merupakan penghasil lada terbesar di Indonesia.[]
Share this article :
Print PDF

Feature

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Meneropong Lampung - All Rights Reserved
mastemplate
Distributed By Blogger Templates | Design By Creating Website